Kamis, 18 September 2014

Pengertian Kompetensi


Kompetensi mengandung pengertian pemilikan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan tertentu (Rustyah, 1982). Kompetensi dimaknai pula sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir, dan bertindak. Kompetensi dapat pula dimaksudkan sebagai kemampuan melaksanakan tugas yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau latihan (Herry, 1998).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kompetensi adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal.

Menurut Finch dan Crunkilton dalam Mulyasa (2004: 38) bahwa yang dimaksud dengan kompetensi adalah penguasaan terhadap suatu tugas, ketrampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Hal itu menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas, ketrampilan sikap dan apresiasi yang harus dimiliki peserta didik untuk dapat melaksanakan tugas - tugas pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu.

Sedangkan menurut Broke dan Stone (Uzer Usman, 2007:14) kompetensi merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru yang tampak sangat berarti.

Kompetensi menurut UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan: pasal 1 (10), “Kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan”.

Pengertian Potensi Diri


Dari segi peristilahan, kata potensi berasal dari bahasa Inggris to patentyang berarti keras, kuat. Dalam pemahaman lain, kata potensi mengandung arti kekuatan, kemampuan, daya,baik yang belum maupun yang sudah terwujud, tetapi belum optimal. Sementara dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, yang dimaksud potensi adalah kemampuan dan kualitas yang dimiliki oleh seseorang, namun belum dipergunakan secara maksimal.

Berbagai pengertian di atas, memberi pemahaman kepada kita bahwa potensi merupakan suatu daya yang dimiliki oleh manusia, tetapi daya tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu, yang menjadi tugas berikutnya bagi manusia yang berpotensi adalah bagaimana mendayagunakan potensi tersebut untuk meraih prestasi. Potensi dapat menjadi perilaku apabila dikembangkan melalui proses pembelajaran. Orang tidak dapat mewujudkan potensi diri dalam perilaku apabila potensi yang dimiliki itu tidak dikembangkan melalui pembelajaran. Potensi yang dimiliki oleh manusia dapat berkembang ke arah yang baik atau tidak baik. Jika seseorang hidup di lingkungan yang tidak baik, potensinya juga akan berkembang ke arah yang tidak baik sehingga perilakunya tidak baik. Untuk mencegah perilaku yang tidak baik, manusia memerlukan usaha yang sadar dan sistematis untuk menangkalnya. Usaha tersebut diperoleh melalui pendidikan secara formal maupun nonformal, di samping pendidikan pergaulan yang baik.

Proses pendidikan untuk mengembangkan potensi ke arah yang baik itu dilakukan melalui hubungan dengan orang lain atau interaksi sosial. Proses pendidikan tersebut memberi kita pengertian tentang wawasan pendidikan. Wawasan pendidikan adalah cara memandang bahwa pendidikan merupakan proses pemanusiaan dan dilakukan dalam interaksi dengan manusia lain sehingga membawa akibat adanya penyebutan anak didik berubah menjadi subjek didik. Oleh karena itu, guru tidak lagi dipandang sebagai satu-satunya sumber informasi yang tahu segalanya. Tanggung jawab pendidik adalah menyediakan dan mengatur kondisi yang memudahkan subjek didik dalam belajar.

Cara pandang dalam wawasan pendidikan sekarang sejalan dengan ajaran Ki Hajar Dewantara, yaitu :
a. Ing ngarso sung tulodo (di depan memberi contoh);
b. Ing madya mangun karso (di tengah membangkitkan hasrat untuk belajar);
c. Tut Wuri Handayani (di belakang memberi dorongan).

Psychology History


Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungan dengan lingkungannya.

Menurut asalnya katanya, psikologi berasal dari bahasa Yunani Kuno: "ψυχή" (Psychē yang berarti jiwa) dan "-λογία" (-logia yang artinya ilmu) sehingga secara etimologis, psikologi dapat diartikan dengan ilmu yang mempelajari tentang jiwa.

Psikologi tidak mempelajari jiwa/mental itu secara langsung karena sifatnya yang abstrak, tetapi psikologi membatasi pada manifestasi dan ekspresi dari jiwa/mental tersebut yakni berupa tingkah laku dan proses atau kegiatannya, sehingga Psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan proses mental. Defenisi ini membuat psikologi bergeser dari yang mempelajari jiwa ke penelitian tingkah laku. Ini dapat dilihat dari sejarah psikologi dari awal (dari masa Yunani) sampai masa sekarang.

Defenisi psikologi selalu tergeser, sehingga mempengaruhi metodologi perkembangannya disetiap waktu dan tempat. Bahkan perbedaan ini yang memunculkan aliran psikologi yang beragam. Perkembangan psikologi terakhir yang kontemporer dengan pendekaatan Indegeneous (kearifan local) maupun studi lintas budaya (Cros Cultur Psychology) ataupun karakteristik individual (Positive Psychology).

Defenisi Menurut Beberapa Tokoh:


  1. Wilhelm Wundt: Psikologi adalah ilmu yang mempelajari kesaradan Manusia
  2. Woodworth dan Marquis: Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia, yang terlihat maupun yang tidak telihat meliputi aktivitas fisik, emosional, dan berpikir.
  3. Fieldman: Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang perilaku dan proses mental.
  4. Clifford T. Morgan: Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang memeplajari perilaku manusia dan hewan.
  5. Gardner Murpgy: Psikologi adalah ilmu yang mempelajari respons yang diberikan oleh makhluk hidup terhadap lingkungannya.
  6. Kamus Psikologi (Chaplin): Psychology as a science (psikologi sebagai suatu ilmu pengetahuan) adalah ilmu mengenai tingkah laku manusia dan binatang; studi mengenai organisme dalam segala variasi dan kompleksitasnya, untuk bereaksi terhadap perubahan yang terus menerus dan aliran dari kejadian-kejadian fisik/ragawi dan peristiwa-peristiwa sosial yang menyusun lingkungannya.


Sejarah Psikologi

Dilihat dari sejarah, psikologi sudah berkembang sejak berabad-abad yang lalu bahkan sebelum masehi (Zaman Yunani) sampai sekarang. Ini dilihat dari sejarah bahwa psikologi yang dimaksud adalah pembahasan tentang jiwa manusia. Bahkan di dalam kitab setiap agama kita akan mendapati istilah psikologi (jiwa). Sehingga sejarah psikologi bisa dilihat dari sudut ini pula.

Tetapi sekarang, kita akan membahas sejarah psikologi dengan membahas pembabakan sejarahnya sesuai dengan perkembangan ilmu zaman itu. Sebagai catatan bahwa ilmu psikologi modern tidak bias dipisahkan dengan sejarahnya di Filsafat. Sebagian ahli berpendapat bahwa psikologi berkembang dari ilmu filsafat yang memisahkan diri sebagai ilmu mandiri.

  1. Masa Yunani
    Pendekatan dan orientasi filsafat masa Yunani yang terarah pada eksplorasi alam, empirical observations, ditandai dengan kemajuan di bidang astronomi dan matematika, meletakkan dasar ciri natural science pada psikologi, yaitu objective, experimentation and observation, the real activity of living organism. Pertanyaan utama yang selalu berulang:
    Why do we behave as we do?
    Why are we able to generate reasonable explanation of some actions but not of others?
    Why do we have moods?
    Why do we seem to know what we know?
    Efforts to find ‘the cause’.
    Comte: causal explanation adalah indikator untuk perkembangan tahap intelektual bagi peradaban manusia.
    Masa Pra Yunani Kuno : tahap intelektual masih primitive, yaitu theological/animism : atribusi ‘the cause’ pada dewa-dewa atau spiritual power. Contoh : Mesir Manusia adalah pihak yang lemah. Perilaku ditentukan oleh kekuatan para spirit, maka tugas utama manusia adalah menjaga hubungan baik dengan mereka dengan cara menjunjung tinggi otoritas para spirit. Sejak zaman filsuf-filsuf besar seperti Socrates (469-399 SM) telah berkembang filsafat mental yang membahas secara jelas persoalan “jiwaraga”. Kejayaan masa Yunani ditandai oleh pemikiran dari tiga filsuf besar: Socrates, Plato, Aristoteles; walau masih dipengaruhi pemikiran-pemikiran masa sebelumnya (masa Yunani Kuno)

  2. Masa Abad Pertengahan
    Masa abad pertengahan yang dimaksud adalah menurut pembabakan di bawah ini:
    1. Akhir Hellenistic
      Pendekatan natural science dari Aristoteles disebarkan oleh muridnya, Alexander the Great melalui ekspansi militer sampai ke daerah Timur. Bersamaan dengan itu mulai juga masuk pandangan belahan dunia Timur ke Barat, terutama Persia, India, dan Mesir. Dengan runtuhnya kekuasaan Alexander the Great, pengaruh timur ini semakin kuat, ditandai dengan menguatnya pandangan spiritualitas menggantikan naturalisme.
    2. Masa Romawi
      Konteks sosial :
      Pemerintahan kekaisaran romawi yang mendunia dengan tertib administrasi kependudukan yang kuat serta jaminan akan ketentraman sosial. Pemikiran tentang manusia dan alam menjadi lebih pragmatis, spesifik dan spesialis. Bangsa Romawi lebih tertarik pada ilmu pengetahuan yang teknikal dan aplikatif, seluruhnya diarahkan untuk memperkuat dominasi kekaisaran Romawi. Ide-ide dan pemikiran tentang manusia berkembang subur, bahkan juga ide-ide ketuhanan.


Pengaruh bagi perkembangan pemikiran tentang manusia:

Filsafat yang berkembang memiliki konteks yang lebih terbatas dan spesifik, serta tampak dalam bentuk yang nyata, misalnya ritual religi masyarakat Romawi. Fokus yang dibicarakan:

  1. dikotomi aktif-pasif, apakah jiwa (yang menggambarkan manusia) adalah unsur yang aktif dan mandiri terhadap lingkungan ataukah unsur yang pasif dan hanya bisa memberi reaksi.
  2. dikotomi passion – reason
  3. manusia dipandang sebagai makhluk yang kehidupannya didorong oleh usaha untuk mencari cara ‘menguasai’ keinginan fisik melalui penolakan dunia materiil dan mencari kebenaran dalam alam dan Tuhan (Neoplatonism)